Rabu, 26 Oktober 2011

Tugas Akhir Mikrobiologi^^ UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L)TERHADAP BAKTERI Escherichia coli


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik. Sebagian besar tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai obat tradisional. Hal ini menandakan adanya kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam dalam rangka mencapai kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami ( Wiayakusuma, 1997). Obat tradisional yang berasal dari tumbuhan dan bahan – bahan alami murni, memiliki efek samping, tingkat bahaya dan resiko yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan obat kimia (Muhlisah, 2005).
Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan sebagai obat tradisional adalah bunga rosella. Bunga rosela mempunyai nama ilmiah Hibiscus Sabdariffa Linn dari famili malvaceae pada awalnya merupakan tumbuhan liar yang tidak diketahui manfaatnya, sekarang merupakan tumbuhan budidaya yang populer dan hampir seluruh bagian tanaman ini dapat digunakan untuk kebutuhan pengobatan, terutama untuk pengobatan alternatif. Hal ini dikarenakan bunga rosella mengandung senyawa metabolit sekunder yang diduga mempunyai efek antibakteri.
Adapun kandungan  kimia dari tumbuhan rosella adalah alkaloid, flavonoid, triterpen, steroid, dan fenolik. Kandungan kimia bunga rosella yang diduga mempunyai efek sebagai antibakteri adalah flavonoid. Dimana kandungan flavonoid mampu menghambat dan membunuh kuman – kuman, mikroorganisme yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.
Salah satu jenis bakteri Gram negatif yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia adalah Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli biasanya hidup di usus besar, dan membantu membentuk vitamin K di dalam tubuh. Pada kebanyakan kasus bakteri ini merupakan bakteri penyebab infeksi terutama pada penyakit pada usus besar yang menyebabkan diare.

Berdasarkan hal tersebut diatas dan data empiris dari masyarakat, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah benar, bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa Linn) efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab diare, yaitu Escherichia coli. pada penelitian ini mengunakan metode  dist diffuse (cakram).

.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan umum :
Mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa Linn) terhadap aktivitas bakteri Escherichia coli.
2.      Tujuan khusus :
a.       Mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak bunga  rosella hasil budidaya terhadap Escherichia coli dengan metode cakram.
b.      Mengetahui kegunaan rosela sebagai tanaman obat tradisional yang bisa dijadikan sebagai obat alternatif pengganti bahan sintetik yang tersedia di apotik.
1.3  Manfaat
1.3.1        Bagi Peneliti
Merupakan tambahan pengetahuan dari dunia praktisi yang sangat berharga untuk disesuaikan dengan pengetahuan teoristis yang diperoleh dari bangku perkuliahan dan sebagai syarat dalam menyelesaikan studi mikrobiologi.
1.3.2        Bagi Pelajar
Dapat menjadikan pembendaharaan pustaka sebagai informasi yang dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang farmasi, serta sebagai referensi untuk masukan bagi peneliti selanjutnya.
1.3.3        Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknik budidaya  dan manfaat bunga rosella sebagai obat tradisional yang dapat digunakan sebagai bahan  pengganti obat sintetik, sehingga masyarakat memiliki alternatif dan tidak selalu tergantung pada obat yang tersedia di apotik.
Menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan bahan alam sebagai sumber obat alternatif, sehingga mendorong masyarakat untuk membudidayakan tanaman rosella dan pada akhirnya dapat menekan pengeluaran yang lebih banyak untuk pembelian obat.





























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  ROSELLA
Tumbuhan rosella tumbuh liar di pinggir – pinggir jalan, perkebunan dan sawah di Indonesia. Warna, bentuk dan ukuran sedikit berbeda disetiap daerah. Bahkan tidak hanya warna, bentuk dan ukurannya namun sebutannya pun satu daerah dan daerah lain berbeda. Misalnya ada yang menyebut rosella kembang gandaria, karena rasa asam-nya mirip buah gandaria dan ada juga yang menyebutnya kembang frambosen karena warnanya mirip dengan buah frambosen.
Dalam taksonomi tumbuhan, rosella diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio                  : Spermatophyta
Sub Divisid           : Angiospermae
Kelas                     : Dicotyledoneae
Ordo                      : Malvaceales
Famili                    : Malvaceae
Genus                    : Hibiscus
Spesies                   : Hibiscus Sabdariffa Linn
Ada beberapa jenis rosella yang beredar di pasaran. Beberapa jenis itu adalah :
1.   Rosella Afrika, jenis ini berwarna kehitaman.
2.   Rosella Cranberry. Rosella jenis ini banyak terdapat di Belanda, berwarna merah, kelopaknya menyerupai kotak dan ujung kelopaknya berbentuk oval, tidak seperti rosella yang tumbuh di Indonesia ujung kelopaknya kuncup.
3.   Rosella Taiwan. Rosella ini berwarna merah, panjang sekitar 5 cm dan ujung kuncupnya agak merekah.
Karena belum tahu khasiatnya, dulu tanaman ini tidak dibudidayakan, namun serat batangnya digunakan untuk bahan pembuat tali dan karung goni. Namun tidak sedikit yang memanfaatkan bunga dan daunnya uuntuk dijadikan lalapan dan sayur. Namun tanaman rosella saat ini dibudidayakan di Indonesia antara lain di Jawa  Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Pohon rosella adalah sejenis perdu yang mudah ditanam. Cara penanamannya dengan menggunakan biji yang kering kemudian disemai. Tanaman rosella berdiri tegak dengan tinggi ±0,5-5 m dan mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun. Saat muda batang dan daunnya berwarna hijau, namun ketika beranjak  dewasa dan berbunga, batangnya akan berubah menjadi coklat kemerahan.
Batang berbentuk silindris dan kerkayu, memiliki banyak cabang. Pada batang melekat daun yang bersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulaat telur dan berbentuk menjari, tepi bergerigi. Tulang daun berwarna merah, panjang daun dapat mencapai 6- 15 cm dan lebar 5 – 8 cm. Akar yang menopang batang adalah akar tunggang.
Bunga muncul pada ketiak daun. Mahkota bunga berbentuk corong tersusun dari lima helai daun mahkota. Kelopak bunganya sangat menarik dan indah. Selain mahkota dan kelopak, bunga juga dilengkapi 8 – 12 kelopak tambahan.
Bunga akan muncul saat rosella berumur 2,5 – 3 bulan setelah ditanam. Awalnya bunga berwarna merah muda dan belum menyerupai bunga yang sudah matang. Dua minggu kemudian bunga rosella muda berwarna hijau dengan jari – jari tipis berwarna merah dan berbentuk bulat kecil.
Selama pertumbuhan ini, kelopak akan semakin besar, kaku, menebal, dan warna berubah menjadi merah cerah, terdapat putik dan benang sari. Bunga yang berhasil dibuahi akan menjadi buah.
Buah rosella berbentuk kerucut dengan bulu – bulu halus menempel di permukaan kulit buah. Buah terbagi menjadi lima bagian. Disetiap ruang terdapat 3 – 4 biji yang juga berbulu, dan menyerupai bentuk ginjal. Biji yang masih muda berwarna putih sedang jika sudah tua berwarna coklat.
Disetiap daerah ukuran rosella selalu berbeda. Misalnya rosella dari Surabaya dipastikan lebih kecil dibandingkan rosella di Bogor, begitu juga dengan warna ada yang berwarna merah muda, merah tua, merah kehitaman dan merah kecoklatan. Bahkan ada juga rosella yang kelopaknya berwarna kuning dan berukuran kecil.
Manfaat rosella merah memang sangat menakjubkan, ini terbukti dengan kandungan rosella merah yang banyak mengandung vitamin. Khasiat rosella merah juga dapat dirasakan setalah mengkonsumsinya. Oleh karena itu, semakin banyak orang yang membudidayakan rosella dan mengkonsumsinya.
Karena memiliki berbagai kandungan rosella menjadi ‘primadona’ sebagai tanaman obat tradisional. kandungan vitamin dalam rosella cukup lengkap, yatu vitamin C, A, D, B1, B2 dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 diantaranya terdapat dalam kelopak bunga rosella, termasuk arginin dan lignin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, rosella juga mengandung protein dan kalsium. Bahkan, kandungan vitamin C-nya 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2,5 kali dari jambu biji.
Kandungan omega 3 yang terdapat dalam kelopak bunga rosella bermanfaat untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak anak. Asam sitrat dan asam malat memberi sensasi yang menyegarkan ketika kelopak diseduh. Daun dan buah rosella juga mengandung senyawa yang bermanfaat, begitu pula biji rosella yang mengandung protein tinggi.
Dari segi kesehatan, rosella mempunyai manfaat untuk mencegah penyakit. Menurut penelitian Ballitas Malang, bunga rosella, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal ( juicy), misalnya rosella merah berguna untuk mencegah penyakit Kanker dan Radang, mengendalikan tekanan darah, melencarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar.
Gossy peptin anthocyanin dan glucoside hibiscin yang mempunyai efek diuretik dan choleretik, memperlancar peredaran darah, mencegah tekanan darah tinggi, meningkatkan kinerja usus serta berfungsi sebagai tonik ( obat kuat).
Dari segi penelitian terbukti bahwa kelopak bunga rosella mempunyai efek anti-hipertensi, kram otot dan anti infeksi-bakteri. Dalam eksperimen ditemukan juga bahwa ekstrak kelopak bunga rosella mengurangi efek alkohol pada tubuh kita, mencegah pembentukan batu ginjal, dan memperlambat pertumbuhan jamur/bakteri/parasit penyebab demam tinggi. kelopak bunga rosella juga membantu melancarkan peredaran darah dengan mengurangi derajat kekentalan darah. Ini terjadi karena asam organik, poly-sakarida dan flavonoid yang terkandung dalam ektrak kelopak bunga rosella sebagaai Farmakologi. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah eklopak bungga rosella mengandung vitamin C dalam kadar tinggi yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia terhadap serangan penyakit.

2.2  SIMPLISIA
2.2.1  Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata simple, berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebutkan bahan – bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan RI membuat batasan tentang simplisisa sebagai berikut:
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami proses perubahan apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya dalam bentuk yang telah dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka simplisisa dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, hewani, dan pelikan atau mineral.
·         Simplisia nabati : simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiga. Misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah inti sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat – zat atau bahan – bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanamannya.
·         Simplisia hewani : simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat – zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan berupa zat kimia murni. Contohnya adalah minyak ikan ( Oleum iecoris asselli ) dan madu ( Mel depuratum ).
·      Simplisia pelican atau mineral : simplisia yang berupa mineral ( pelican ) yang belum diolah atau diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga.
2.2.2  Cara Pembuatan Simplisia
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan.
1)   Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut :
a.    Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah.
b.   Buah
Pengambilan bunga tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak ( misalnya Piper nigrum ), setelah benar – benar masak ( misalnya adas ), atau dengan cara melihat perubahan warna atau bentuk dari buah yang bersangkutan ( misalnya jeruk, asam, dan pepaya ).
c.    Bunga
Pemanenan bunga tergantung dari tujuan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen dapat dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup ( seperti pada Jasminum sambac,melati ), atau saat bunga sudah mulai mekar ( misalnya Rosa sinensis, mawar ).
d.   Daun atau herba
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat – saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.
2)      Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Bahan-bahan asing itu seperti tanah, kerikil, rumput dan kotoran lainnya yang harus di buang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah dalah mengurangi jumlah mikroba awal.
3)      Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bagian simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan cara dialirkan air ke bahan simplisia.
4)      Perajarangan
      Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengempakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
5)      Pengeringan
      Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Suhu pengeringan tergantung pada bahan simplisia dengan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30°C-90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak lebih dari 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30°C-45°C.
Berikut ini faktor yang memepengaruhi pengeringan yaitu :
a.       Waktu pengeringan.semakin lama dikeringkan akan semakin kering bahan tersebut.
b.      Suhu pengeringan. Semakin tinggi suhunya semakin cepat kering, tetapi harus di pertimbangkan daya tahan kandungan zat aktif di lam sel yang kebanyakan tidak tahan panas.
c.       Kelembapan udara di sekitarnya dan kelembapan bahan kandungan air dari bahan.
d.      Ketebalan bahan yang di keringkan.
e.       Sirkulasi udara.
f.       Luas peermukaan bahan.semakin luas permukan bahan, semakin mudah kering.

Cara pengeringan bahan – bahan tertentu dijelaskan sebagai berikut :
1.      Untuk tanaman rendah misalnya lumut, jamur, thallus, agar – agar, dan rerumputan laut dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari. Setelah kering, disimpan dalam kantung kedap udara.
2.      Untuk bahan berupa akara, pengeringan dilakukan dengan cara dirajang atau dipotong –potong pendek, kemudian dijemur langsung dibawah sinar matahari. Oleh karena akar termasuk bahan keras maka sebaiknya dijemur tanpa pelindung dibawah sinar matahari.
3.      Untuk bahan berupa buah seperti jeruk bisa dibelah terlebih dahulu lalu dijemur. Dapat pula buah diperam ( misalnya asam ), baru dijemur. Sementara untuk buah pala ( Myristica fragrans ) atau cabe merah ( Capsicum annuum ) bisa langsung dijemur atau dioven. Syarat pengeringan menggunakan oven adalah panasnya tidak boleh lebih dari 600 C.
4.      Untuk bahan berupa bunga hanya diangin – anginkan ditempat yang teduh atau jika menggunakan oven maka suhu diatur rendah sekitar 250 – 350 C.
5.      Untuk bahan berupa kulit batang umumnya dibekah terlebih dahulu, diserut, dipecah, kemudian langsung dijemur dibawah sinar matahari.
6.      Untuk bahan berupa rimpang harus dirajang dulu untuk memperluas permukaan, kemudian dijemur dibawah sinar matahari tidak langsung ( ditutup kain hitam ). Tujuannya untuk menghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam bahan. Penjemuran tidak langsung bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan pancaran gelombang UV.
7.      Bahan – bahan eksudat seperti getah ( opium dan sebagainya ), daging daun lidah buaya, dan biji jarak ( Ricinus communis ) yang akan diambil minyak lemaknya tidak perlu melalui proses pengeringan.
8.      Untuk bahan berupa daun atau bunga yang akan diambil minyak atsirinya maka cara pengeringan yang dianjurkan adalah menghindari penguapan terlalu cepat dan proses oksidasi udara.
6)      Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi kering adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak di inginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering
7)      Pengepakan dan Penyimpanan
Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi simplisia dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan. Sedangkan penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.
8)      Pemeriksaan mutu
      Merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia. Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari pengepul tau pedagang simplisia. Simplisia diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia. Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi persyratan Farmakope Indonesia, Materia Media Indonesia.


2.2  EKSTRAKSI
2.2.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstrasi adalah sediaan yang berupa kering, kental, dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih (Moh. Anief,1987:168).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Metode dasar ekstraksi adalah maserasi, perkolasi dan sokhletasi. Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan memperoleh sari yang diinginkan. (Voigt, 1971)
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).
2.2.2     Macam – macam Ekstraksi
Ada tiga macam ekstraksi, antara lain :
1.   Ekstrak cair adalah sediaan yang berbentuk cair yang dibuat sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan dua bagian ekstrak cair. (Voight, 1995:578)
2.   Ekstrak kental liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah 30%. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dan bahan aktifnya. Selain itu ekstrak kental juga sulit untuk ditimbang. (Voight, 1995:557)
3.   Ekstrak kering adalah sediaan berbentuk serbuk yang dibuat dari ekstrak tumbuhan melalui penguapan melalui penguapan bahn pelarutnya. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan berbentuk suatu produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak libih dari 5%. Ekstrak kering biasanya diperoleh melalui car perkolasi. Dalam skala kecil digunakan percolator gelas, tetapi dalam skala besar industry, percolator yang digunakan dari batu, porselen atau dari bahan logam atau dari bahan sintesis. (Voight, 1995: 557)
2.2.3     Metode pembuatan ekstrak
Dalam pembuatan ekstrak ada dua metode, antara lain :
1.   Maserasi
Meserasi berasal dari istilah mecaration dari bahasa latin macerace, yang artinya merendam, merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam mentrum sampai meresap dan melunak susunan sel, sehingga zat – zat yang mudah larut akan melarut. (Ansel, 1989 : 607). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antar larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung bonzoin, stirak dan lain – lain. Kecuali dinyatakan lain, meserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana kemudia dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama lima hari terlindung dari cahaya sambil berulang – ulang diaduk-aduk. Setelah lima hari campuran tersebut diserkai, peras, dicuci ampasnya dengan penyari secukupnya hingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Lalu maserat dipisahkan dalam bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, maserat diendapkan atau disaring. Kemudian endapan dipisahkan. (Indonesia, 1986:10)
2.   Perkolasi
Perkolasi berasal dari bahasa latin per artinya melalui dan colore yang artinya merembes, secara umum dapat dinyatakan sebagai proses dimana obat yang sudah halus, zat yang larutannya diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat dalam suatu kolom. Obat dimampatkan dalam alat ekstraksi yang khusus disebut perkolator, dengan ekstraksi yang telah dikumpulkan disebut perkolat. Kebanyakan ekstraksi obat dikerjakan dengan cara perkolasi. (Ansel, 1989 : 608).
Perkolasi (percolare = penetesan) dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder atau kerucut, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori sehingga memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Cairan penyari dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat ke bawah melalui serbuk kasar simplisia tersebut, sehingga cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel –sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Melalui penyegaran bahan secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi tertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana, tidak terjadi ekstraksi yang sempurna dari simplisia. Oleh karena akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui suplai bahan pelarut segar, perbedaan konsentrasi tadi selalu dipertahankan. (Voight, 1995 : 568)
2.2.4     Macam – macam penyari
Cairan yang dapat digunakan untuk menyari diantaranya air, ester, dan campuran etanol dengan air. (Voight, 1995 : 561). Pemilihan pelarut ekstraksi dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya selektivitas yaitu pelarut hanya melarutkan ekstrak yang diinginkan dan bukan komponen lain dari bahan yang diekstraksi. Kedua, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar. Ketiga, pelarut memiliki kemampuantidak saling bercampur dalam bahan ekstraksi. Keempat, pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen – komponen bahan ekstraksi. Selain itu, palarut sedapat mungkin harus murah, tidak beracun, tidak dapat terbakar, tidak korosif, stabil secar kimia dan termis. (Bernasconi, et al. 1995 :179).


2.3  ANTIBAKTERI
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan. Antibakteri termasuk kedalam antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Antibakteri hanya dapat digunakan jika mempunyai sifat tosik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein.
Langkah pertama kerja obat berupa pengikatan obat pada reseptor sel (beberapa) diantaranya adalah enzim transpeptida. Kemudian dilanjutkan dengan reaksi transpeptidase dan sintesis peptidoglikan terhambat. Mekanisme diakhiri dengan pembuangan atau penghentian aktivitas penghambat enzim autolisis pada dinding sel. Pada lingkungan yang isotonis lisis terjadi pada lingkungan yang jelas hipertonik, mikroba berubah menjadi protoplas atau sferoflas yang hanya tertutup oleh selaput sel yang rapuh.
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh selaput sitoplasma yang bekerja sebagai penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan fungsi pengangkutan aktif sehingga dapat mengendalikan susunan sel. Bila integritas fungsi selaput sitoplasma terganggu misalnya oleh zat bersifat surfaktan sehinga permeabilitas dinding sel berubah atau bahkan menjadi rusak, maka komponen penting, seperti protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain keluar dari sel dan sel berangsur-angsur mati.
Aktivitas senyawa antibakteri dipengaruhi oleh pH, suhu stabilitas senyawa tersebut, jumlah bakteri yang ada, lamanya inkubasi, dan aktivitas metabolisme bakteri. Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Bakteriostatik adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri (menghambat perbanyakan populasi bakteri), namun tidak mematikan. Bakterisida adalah zat antibakteri yang memiliki aktifitas membunuh bakteri. Namun ada beberapa zat antibakteri yang bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisida pada konsentrasi tinggi.


2.4  PENGUJIAN ANTIBAKTERI
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai indikator pengujian. Dalam hal ini mikroorganisme digunakan sebagai penentu konsentrasi komponen tertentu pada campuran kompleks kimia, untuk mendiagnosa penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia untuk menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti dijelaskan berikut ini:
1.      Metode difusi
a. Metode disc diffusion, untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan agen yang berisi antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.
b.Metode E-test, digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitor cocentration), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga kadar tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkan yang menunjukkna kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.
c. Ditch-plate technique, pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang digunakan dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum enam macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.
d.               Cup-plate technique, metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengam mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
e. Gradient plate technique, pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari nol hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian tituangkan kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua kemudian dituangkan diatasnya. Plate inkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal enam macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi kerendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat.
2.   Metode dilusi
     Metode dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).
a.    Metode dilusi cair, digunakan unutk mengukur MIC atau kadar hambat minimum dan MBC atau kadar bunuh minimum. Cara yabg dilakukan adalah dengan memberi seri pengenseran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagi KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diikubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KMB.
b.   Metode dilusi padat, metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (soil). Keuntungan metode ini adalah suatu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.




























BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Percobaan
     Penelitiana ini bersifat eksperimental dan pengamatan dilakukan pada hari Jumat sampai dengan Rabu. Tanggal 26 Mei 2011 sampai dengan 1 Juni 2011 di laboratorium Mikrobiologi Putra Indonesia Malang.
3.2 Instrumen Penelitian
3.2.1 Alat :
3.2.1.1 Alat Pembuatan Ekstrak
1.      Pisau
2.      Blender
3.      Ayakan
4.      Botol coklat
5.      Botol infus
6.      Selang
7.      Klem dan statif
8.      Water bath
9.      Cawan
10.  Erlenmeyer
11.  Kapas
12.  Batang pengaduk
3.2.1.2 Alat Pembuatan Media
1.      Timbangan
2.      Sendok tanduk
3.      Perkamen
4.      Erlenmeyer
5.      Kompor
6.      Batang pengaduk
7.      Autoklaf
8.      Cawan petri
9.      Benang
10.  Kapas
11.  Kertas coklat
3.2.1.3 Alat Pengujian Daya Hambat
1.      Pipet volum 1 ml
2.      Blue tip
3.      Beker glass 50 ml
4.      Laminar air flow
5.      Incubator
3.2.2        Bahan
1.      Nutrient broth
2.      Suspense bakteri
3.      Ekstrak bunga rosella
4.      Etanol 70%
3.3  Prosedur Kerja
3.3.1  Pembuatan media untuk menumbuhkan sampel dan uji aktifitas
1.   Ditimbang agar  1 gram,
2.   Dilarutkan dengan aquades hingga volumenya 45 ml pada elenmeyer diaduk hingga homogen,
3.   Direbus agar  yang telah dilarutkan dengan kompor listrik,
4.   Pada saat direbus larutan agar tersebut harus selalu diaduk hingga menunjukkan hasil bahwa media tersebut telah medidih, kemudian disisihkan,
3.3.2  Cara Sterilisasi
1.      Dibungkus cawan petri sebanyak 3 dengan menggunakan kertas coklat, dengan cara yang benar,
2.      Ditutup mulut elenmeyer yang berisikan larutan agar dengan kapas, kemudian dibungkus dengan kertas coklat, setelah itu diikat dengan menggunakan tali,
3.      Diletakkan blue tipe secukupnya pada beaker glass, kemudian mulut beaker glass ditutup dengan kapas, setelah itu dibungkus dengan kertas coklat, kemudian diikat dengan tali,
4.      Diletakkan kertas cakram secukupnya pada beaker glass, kemudian mulut beaker glass ditutup dengan kapas, setelah itu dibungkus dengan kertas coklat, kemudian diikat dengan tali,
5.      Semua alat dan bahan yang telah dibungkus dengan kertas coklat tersebut, dimasukkan dalam autoklaf untuk disterilkan secara panas basah, selama 15 menit dengan tekanan 2 atm pada suhu 121°C,
3.3.3     Pembuatan ekstrak bunga rosella
1.      Dipilih bunga rosella yang masih segar dan muda,
2.      Dicuci bunga rosella dengan menggunakan air yang mengalir sambil digosok-gosok bunganya agar benar-benar bersih,
3.      Dikeringkan dengan bantuan matahari selama 5 – 6 hari,
4.      Dipilih bunga rosella yang baik,
5.      Dibender bunga rosella hingga membentuk serbuk sebanyak 10 gram,
6.      Dimasukkan kedalam botol coklat yang tidak tembus cahaya, direndam bunga rosella dengan etanol 70% sebanyak 100 ml,
7.      Didiamkan selama kurang lebih tiga hari,
8.      Dilakukan perkolasi,
9.      Setelah ekstraknya didapat dari hasil perkolasi, saatnya untuk pemekata dengan cara water bath, hingga diperoleh ekstrraknya saja tanpa adanya etanol.
10.  Dimasukkan ekstrak bunga rosella kedalam botol kemudian di simpan,
3.3.4  Uji Aktivitas antibakteri ekstrak bunga rosella dengan metode disc diffusion
1.   Disiapkan tiga cawan petri steril, kemudian dimasukkan sampel bakteri kedalam cawan petri steril @ 1 ml, sesuai dengan teknik aseptis,
2.   Dimasukkan agar encer  kedalam cawan petri yang telah berisi sampel, sesuai dengan teknik aseptis,
3.   Diputar cawan petri yang telah berisi agar dan sampel membentuk angka 8, agar antara sampel dan media dapat tercampur merata,
4.   Ditunggu beberapa menit hingga media menjadi padat,
5.   Pada pengujian aktivitas dengan menggunakan metode cakram, maka agar yang telah padat  pada cawan petri diberi kertas cakram yang mengandung ekstrak bunga rosella,
6.   Dibungkus ketiga cawan petri tersebut dengan menggunakan kertas coklat, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 x  24 jam,
7.   Diukur zona bening yang terbentuk, kemudian didokumentasikan,


















BAB IV
PEMBAHASAN
4.1     Data Hasil Pengamatan
Uji Aktivitas Ekstrak bunga rosella ( mengunakan metode disc difussi terhadap bakteri Escherichia coli di Inkubasi Selama 1 X 24 Jam
No.
Ekstrak Bunga Rosella
Luas Zona Bening
Gambar
1
Cawan I
3,48 mm
2
Cawan II
3,65 mm
3
Cawan II
3,78 mm


4.2  Analisa Prosedur
Pada penelitian ini digunakan bunga rosella karena tanaman ini mempunyai berbagai khasiat, salah satunya sebagai antibakteri. Kandungan kimia dari bunga rosella yang diduga sebagai antibakteri adalah flavonoid. Namun, penggunaan bunga rosella di masyarakat hanya berdasarkan pengalaman turun-temurun dan dari generasi ke generasi. Maka untuk membuktikan khasiat bunga rosella sebagai antibakteri, perlu dilakukan uji secara kimia.
Ektraksi bunga rosella yang digunakan sebagai sample penelitian terlebih dahulu dibuat dalam bentuk simplisia. Pembuatan simplisia ini melalui tahap yaitu, tahap pencucian, pengeringan dan pemilihan. Tahap pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengurahi mikroba- mikroba yang menempel pada rosella. Pada pengeringan dilakukan pada panas matahari secara langsung selama tiga hari. Dan pemilihan dilakukan untuk memperoleh simplisia yang terlihat bagus dan utuh.
Ekstrak bunga rosella diperoleh dengan cara penyarian yang meliputi tahap pengecilan ukuran, pembasahan, penyarian dengan cara perkolasi dan pemekatan.
Tahap pengecilan ukuran dilakukan untuk mempermudah proses penyarian. Bunga rosella yang sudah menjadi simplisia di bender dan diayak untuk mendapatkan simplisia dalam bentuk serbuk.
Selanjutnya dilakukan pembasahan dengn cara merendam bunga rosella yang telah melalui tahap pengecilan ukuran dalam pelarut etanol 70 % Selama 1  X 24 jam. Pembasahan bunga rosella dimaksudkan untuk memberi kesempatan sebesar – besarnya pada cairan penyari agar masuk ke dalam seluruh pori- pori sehingga mempermudah penyarian selanjutnya.
Tahap berikutnya adalah tahap penyarian dengan cara perkolasi. Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui bunga rosella yang telah dibasahi selama 1 x 24 jam dan dipindahkan ke dalam wadah yang disebut perkolator. Keuntungan menggunakan cara penyarian ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan karena sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Mekanisme kerja perkolasi yaitu cairan penyari akan melarutkan zat aktif melalui sel – sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Dengan cara perkolasi, aliran cairan penyari meyebabkan pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah. Selain itu, ruang diantara pori–pori akanmembentuk saluran tempat cairan penyari mengalir.
Hasil perkolasi selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan penguapan diatas waterbath untuk menguapkan etanol 70 % pada suhu 70% karena pada suhu tersebut merupakan suhu minimal untuk menguapkan etanol 70%. Setelah didapatkan hasil ekstraksi disimpan dalam botol kecil.
Bakteri yang digunakan yaitu Eschericia coli karena bersifat invesif dan toksigenik, menimbulkan infeksi pada penderita apabila bakteri tersebut hidup pada usus besar. pengujian aktivitas terhadap bakteri Eschericia coli ini mengunakan media cair.
Nutrien Broth adalah media cair yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri, salah satunya Eschericia coli dan dapat digunakan untuk isolasi bakteri tersebut karena mengandung semua unsur senyawa esensial untuk pertumbuhan.
Untuk melakukan langkah selanjutnya, harus dilakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan, sterilisasi dilakukan secara panas basah dengan menggunaka autoklaf pada tekanan  2 atm selama 15 menit pada suhu 121°C, hal ini bertujuan agar alat dan bahan yang akan digunakan terbebas dari mikroba (steril), karena pada pemanasan pada waktu, suhu dan tekanan tersebut semua jenis mikroba dapat dipastikan telah mati, kecuali jenis mikroba tertentu yang dapat hidup pada suhu yang tinggi.
Sebelum melakukan praktikum tangan dan meja harus disemprot terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%, hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya cemaran mikroba, perlakuan tersebut berlaku untuk setiap kali melakukan praktikum setelah dilakukan sterilisasi. Bakteri tersebut kemudian ditumbuhkan dalam media Nutrient Broth.
Pada uji aktivitas ekstrak bunga rosella menggunakan metode disc diffusion, karena metode ini lebih efisien jika dibandingkan dengan metode hole plate, dalam arti pada metode tersebut ekstrak rosella tidak akan mengalami tumpah saat diinkubasi, sehingga zona bening yang akan terbentuk nantinya juga akan lebih sempurna.
Setelah proses praktikum selesai. Cawan petri dibungkus dengan kertas coklat, ditali dengan benang dan di inkubasi. Dalam proses inkubasi cawan petri dibalik hal ini dikarenakan agar air uapan pada cawan tidak menetes pada media.
4.3  Analisa Hasil
Berdasarkan Hasil pengamatan uji antimikroba ekstrak bunga rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif Escherichia coli. Pada tabel menunjukkan efektifitas hambatan yang terjadi bakteri gram negatif. Pada konsentrasi tertentu cawan petri satu, dua dan tiga mampu menghambat 3,48 mm, 3,65mm, 3,78 pada inkubasi 1 x 24 jam. Pada literatur yang ada dikatakan membunuh bakteri apabila zona bening pada cawan petri lebih dari separuh. Sehingga dapat dianalisa bahwa aktivitas ekstrak bunga rosella mampu menghambat bakteri gram negatif, karena hanya menunjukkan sedikit media yang terdapat zona bening.
Perbedaan kemampuan menghambat ekstrak bunga rosela terhadap bakteri gram negatif antara cawan petri satu, dua dan tiga mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: banyaknya ekstrak bunga rosella yang ada pada ketiga cawan tersebut mungkin berbeda, tebal media yang terdapat pada ketiga cawan petri tersebut berbeda, sehingga luas permukaannya pun menjadi berbeda dalam arti semakin tebal media dalam cawan petri semakin membuat bakteri berkembang dengan baik. Selain itu permasalahan yang dihadapi dalam pengujian ini adalah hasil ekstrak yang diperoleh dengn cara perkolasi kurang maksimal. Hal ini disebabkan hasil ekstrak tidak hnya menarik senyawa flavonoid, namun juga msih trcampur oleh senyawa lain yang diduga dapat berfungsi sebagai antibakteri karena peneliti tidak melakukan isolasi pada senyawa flavonoid yang diduga sebagai antibakteri.
Sehingga dengan adanya hasil tersebut dapat dikatakan aktivitas ekstrak bunga rosella dalam menghambat bakteri masih tidak kalah jika dibandingkan dengan obat antibakteri yang ada saat ini. Dengan adanya hasil penelitian tersebut seharusnya masyarakat berfikir ulang untuk menggunakan obat sintetik antibakteri, karena penggunaan obat sintetik antibakteri yang berlebihan dapat memicu bakteri resisten terhadap tubuh, padat memicu kerusakan organ tubuh. Oleh karena itu lebih baik menggunakan obat tradisional yaitu ekstrak bunga rosella dalam mengatasi masalah infeksi bakteri. Selain harganya rekatif murah juga tidak menimbulkan efek samping yang berlebih.













BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
5.1.1     Berdasarkan uji antimikroba menunjukkan bahwa Ekstrak bunga rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) memberi hambatan pertumbuhan mikroba uji bakteri gram negatif.
5.1.2     Dari pengukuran hambatan pertumbuhan bakteri, Ekstrak bunga rosella dapat dianggap mampu mengantikan obat sintetik sebagai antibakteri dengan harga yang relatif murah dan efek samping yang tidak berlebih.
5.2  Saran
5.2.1     Perlu kiranya dalam dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan hewan coba sebagai uji antimikroba dengan konsentrasi yang lebih besar agar pengaruh Ekstrak methanol bunga rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) dapat terlihat lebih nyata.
5.2.2  Perlu kiranya dilakukan uji terhadap aktivitas  bunga rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) dengan menggunakan senyawa murni hasil isolasi atau menggunakan ekstrak hasil fraksinasi, sehingga efek manfaat dari ekstrak dapat terlihat lebih nyata









Daftar pustaka
Devi, Maria. 2009. Dasyatnya Khasiat Rosella. Cemerlang Publishing. Yogyakarta
Ir. Mardiah.Msi, Ir. Sarwani Hasibuan, M.T, Ir. Arifah Rahayu, M.Si., Dr. Ir Reki Wicakono Aswadi. 2009. Budi Daya dan Pengolahan Rosella. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta
Dra. Herti Maryani, Lusi Kristiana, Apt. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta
Cara Pembuatan Simplisia. 198. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta: 189-195
Jayanti, Dwi. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tennore) Steen) trhadap pseudomonas aeruginosa. Jurnal Ilmiah
Voigt, R. 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. ITB. Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar